Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai
positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral
adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan
seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan
dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu
dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk
dari budaya dan Agama. Moral
juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan
seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran,
suara hati, serta nasihat, dll.
Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan
bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum
negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu
moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah
pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri
tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk
mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
Adapun pengertian
moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau
buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
b. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut
apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c. Memiliki:
Ø Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh)
keinsyafan benar atau salah.
Ø Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain
sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d. Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam
berhubungan dengan orang lain.
Pengertian Perkembangan
Moral
Moral berasal dari kata
Latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu
seperti :
- seruan untuk berbuat baik kepada orang lain
memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara
hak orang lain,
- larangan berjudi, mencuri, berzina, membunuh dan
meminum khamar.
Seseorang dapat
dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan Moral berkaitan dengan aturan dan
konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oeh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain.
Proses / Tahapan
Perkembangan Moral
Perkembangan moral dapat
berlangsung melalui beberapa cara:
- Pendidikan Langsung, yaitu penanaman pengertian
tentang tingkah laku yang benar dan salah,atau baik buruknya orang
tua,guru atau orang dewasa lainnya.
- Identifikasi yaitu dengan cara mengidentifikasi
atau meniru penampilan tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya
- Prose Coba-coba (trial & error ) yaitu dengan
cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang
mendatngkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan,sementara
tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
Dalam membahas proses
perkembangan moral ini, dalam teori Lawrence Kohlerg membagi
perkembangan moral kedalam 3 tingkat yaitu:
Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini anak
tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya
mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata
ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman,
keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua
tahap:
Orientasi
hukuman dan kepatuhan
Akibat-akibat fisik
suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai
manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman
dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal
itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya
sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan
yang didukung oleh hukuman dan otoritas
Orientasi
Relativis-instrumental
Perbuatan yang benar
adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya
sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia
dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran
tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata,
tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan
tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan
menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena
loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.
Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini anak
hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal
tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera
dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata
tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif
mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma
tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang
terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :
Orientasi
kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”
Perilaku yang baik
adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh
mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip
mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai
menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi
penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.
Orientasi
hukuman dan ketertiban
Terdapat orientasi
terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma
sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri,
menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang
bernilai dalam dirinya sendiri.
Tingkat
Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip)
Pada tingkat ini
terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang
memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau
orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari
identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada
tingkat ini.
Orientasi
kontrak sosial
Legalitas Pada umumnya
tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung
dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji
secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran
yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya.
Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis,
hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi.
Hasilnya adalah
penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan
untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat social
.Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun
kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang
berlaku di setiap negara.
Orientasi
Prinsip Etika
Universal Hak ditentukan
oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih
sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas,
konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas
imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti
kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal
keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat
terhadap manusia sebagai pribadi individual.
Berdasarkan penelitian
empirisnya tersebut, secara kreatif Kohlberg menggabungkan berbagai gagasan
dari Dewey dan Piaget, bahkan berhasil melampaui gagasan-gegasan mereka. Dengan
kata lain ia berhasil mengkoreksi gagasan Piaget mengenai tahap perkembangan
moral yang dianggap terlalu sederhana. Kohlberg secara tentatif menguraikan
sendiri tahap-tahap 4, 5 dan 6 yang ditambahkan pada tiga tahap awal yang telah
dikembangkan oleh Piaget.
Dewey pernah membagi
proses perkembangan moral atas tiga tahap : tahap pramoral, tahap konvensional
dan tahap otonom. Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan menggolongkan
seluruh pemikiran moral anak seperti kerangka pemikiran Dewey, :
(1) pada tahap pramoral
anak belum menyadari keterikatannya pada aturan;
(2) tahap konvensional
dicirikan dengan ketaatan pada kekuasaan;
(3) tahap otonom
bersifat terikat pada aturan yang didasarkan pada resiprositas (hubungan
timbal balik).
Berkat pandangan Dewey
dan Piaget maka Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap pertimbangan moral
anak dan orang muda seperti yang tertera di atas. Hubungan antara tahap-tahap
tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan
tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya
terintegrasi dalam struktur baru.
Oleh karena itu,
rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang semakin dibeda-bedakan
dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni menciptakan
pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-tahap
yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih
tinggi. Reintegrasi ini berarti bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang
lebih tinggi, mengerti pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.
Faktor- Faktor yang
mempengaruhi Perkembangan Moral
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Moral adalah sebagai
berikut:
Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh
percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi
didalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir
generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan bersikap
materialistik.
Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan remaja yang
tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang individualistik dan
materialistik. Sehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan tersebut mereka
sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan dengan agama
atau tidak, baik atau buruk.
Tekanan psikologi yang dialami
Beberapa remaja
mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibarkan adanya perceraian atau
pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan
menyebabkan dia mencari pelampiasan.
Gagal dalam studi/pendidikan
Remaja yang gagal dalam
pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang
banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang
buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi
kekosongan waktunya.
Peranan Media Massa
Remaja adalah kelompok
atau golongan yang mudah dipengaruhi karena remaja sedang mencari
identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa
yang dia lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan
sebagainya
Perkembangan teknologi modern
Dengan perkembangan
teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan
tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai
dengan mereka.
Ciri – ciri perkembangan
moral pada anak dan remaja
Perkembangan moral pada masa bayi(0-2 tahun)
Pada masa bayi ini
tingkah laku hampir semuanya didominasi oleh dorongan naluriah
belaka(Impulsif).oleh karena itu tingkah laku anak belum bisa dinilai sebagai
tingkah laku bermoral atau tidak bermoral. Pada masa ini, anak cenderung suka
mengulangi perbuatan yang menyenangkan,dan tidak mengulangi perbuatan yang
menyakitkan ( menyenangkan).
Perkembangan moral pada masa pra sekolah(2-6 tahun)
Pada masa ini anak sudah
memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya
(orangtua,saudara, dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan
ornag lain (orang tua,saudara dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang
kegiatan atau perilaku mana yang baik /boleh/diterima/disetujui atau
buruk/tidak boleh/ditolak /tidakdisetujui. Berdasarkan pemahamannya itu,maka
pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus
bertingkah laku. Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk,benar-salah
atau menanamkan disiplin pada anak ,orang tua atau guru hendak memberikan
penjelasan tentang alasannya.
Perkembangan Moral pada masa sekolah(6-12 tahun)
Pada masa ini anak mulai
mengenal konsep moral (mengenai benar salah atau baik buruk pertama kali dari
lingkungan keluarga. Pada mulanya mungkin anak tidak mngerti konsep moral
ini,tetapi lambat laun anak akan memahaminya.
Pada masa ini anak sudah
dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan
sosialnya. Pada akhir usia ini,anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari
suatu peraturan. Disamping itu,anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk
perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.
Perkembangan Moral pada masa Remaja (awal 12-15, madya 15-18, akhir 19-22
tahun)
Melalui pengalaman atau
berinterkasi sosial dengan orang tua,guru,teman sebaya atau orang dewasa
lainnya,tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan
usi anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau
konsep-konsep moralitas sperti kejujuran,keadilan,kesopanan dan kedisiplinan.
Pada masa ini muncul
dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang
lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya,tetapi
psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang
lain tentang perbuatannya)
Perkembangan moral pada masa dewasa
0 comments:
Post a Comment