Tugas Akhir
Bank dan
Lembaga Keuangan
“perkembangan dan operasional perbankan syariah”
“perkembangan dan operasional perbankan syariah”
OLEH
TOMMI
PRADANA [18898/2010]
Pendidikan
Ekonomi-Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Negeri Padang
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Tak lupa shalawat serta salam saya aturkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga (ahlubait), sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Sebagai tanggung jawab atas tugas mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan yang diberikan, pada makalah ini saya mencoba membahas Perkembangan dan Operasional Perbankan Syariah. Saya berusaha seobjektif mungkin meskipun pembahasan saya hanya sebatas pada kajian pustaka semata, tidak melakukan investigasi pada semua bank yang akan saya bahas, namun tidak mengurangi pembahasan makalah ini.
Bank syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan hukum barat (yahudi), meskipun demikian, dongkrak atau perkembangan yang terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba untuk merubah sistem perbankan kepada sistem syariah, semua itu tak luput dari akibat krisis global. Kita pun tahu bahwa krisis hampir terjadi pada seluruh bank di dunia termasuk di Indonesia yang menggunakan konsep Barat (yahudi) dan bank-bank Islam yang menggunakan sistem syariah.
Demikianlah pengantar singkat tentang makalah saya. Tentunya makalah ini tidaklah sempurna sebab yang kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Tentunya penulis menerima kritikan dan saran yang konstruktif guna penyempurnaan pembahasan yang telah saya lakukan. Terimakasih.
Sebagai tanggung jawab atas tugas mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan yang diberikan, pada makalah ini saya mencoba membahas Perkembangan dan Operasional Perbankan Syariah. Saya berusaha seobjektif mungkin meskipun pembahasan saya hanya sebatas pada kajian pustaka semata, tidak melakukan investigasi pada semua bank yang akan saya bahas, namun tidak mengurangi pembahasan makalah ini.
Bank syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan hukum barat (yahudi), meskipun demikian, dongkrak atau perkembangan yang terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba untuk merubah sistem perbankan kepada sistem syariah, semua itu tak luput dari akibat krisis global. Kita pun tahu bahwa krisis hampir terjadi pada seluruh bank di dunia termasuk di Indonesia yang menggunakan konsep Barat (yahudi) dan bank-bank Islam yang menggunakan sistem syariah.
Demikianlah pengantar singkat tentang makalah saya. Tentunya makalah ini tidaklah sempurna sebab yang kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Tentunya penulis menerima kritikan dan saran yang konstruktif guna penyempurnaan pembahasan yang telah saya lakukan. Terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
1 Pendahuluan
BAB
2 Pembahasan
A.
Dasar Hukum
B.
Pengertian
C.
Sejarah Bank Syariah
D.
Dewan Pengawas, Dewan
Komisaris, dan Direksi
E.
Kegiatan Usaha Bank
Syariah
F.
Bentuk Hukum dan
Pendirian
BAB 3 Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Bank
syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di
Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah
pernah dibahas pada tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992
yang dilakukan oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia,
dengan hukum yang jelas. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih
bersifat konvensional dalam artian, belum Memiliki standar dari bank syariah
sendiri, karena bank syariah berbasisi ideologi Islam. Sedangkan bank
konvensional berdasarkan ideologi barat terutama ideologi Amerika dan Eropa.
Pada makalah kali ini saya
tidak akan membahas tentang mengapa bank konvensional Indonesia beralih kepada
bank syariah, tetapi saya
membahas bank syariah secara umum.
Secara
umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan bank
konvensional :
1.
Bank syariah tidak
menggunakan bunga, tapi
menggunakan system bagi hasil.
2.
Tidak digunakan untuk
usaha yang haram.
3.
Menerima zakat, infaq
dan sadaqah untuk disalurkan
kepada masyarakat yang membutuhkan.
Bank syariah tidak menggunakan
bunga, melainkan menggunakan konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan
keuntungan maka akan dibagi hasil keuntungan tersebut dengan para penabung,
jika bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah juga tidak serta
merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai melainkan
dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).
BAB 2
PEMBAHASAN
- DASAR HUKUM
Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah
menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain:
1.
Kegiatan usaha dan
produk-produk Bank berdasarkan Prinsip Syariah.
2.
Pembentukan dan tugas
Dewan Pengawas Syariah.
3.
Persyaratan bagi
pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk
melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal ini
merupakan revisi terhadap masalah yang sama pada UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan pasal 6 huruf m yang
menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank umum adalah menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsi bagi hasil sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan Peraturan Pemerintah. Perubahan tersebut pada dasarnya
menyangkut 3 hal, yaitu:
a)
Istilah ‘prinsip bagi
hasil’ diganti dengan ‘prinsip syariah’ meskipun esensinya tidak berubah.
b)
Ketentuan rinci semula
ditetapkan dengan ‘Peraturan Pemerintah’ kemudian diganti dengan ‘ketentuan
Bank Indonesia’ .
c)
UU yang lama hanya
menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal penyediaan dana saja, sedangkan UU
yang bar menyebutkan prinsip bagi hasil dalm hal penyediaan dana dan juga dalam
‘kegiatan lain’ . Kegiatan lain bisa diterjemahkan dalam banyak hal yang
mencakup penghimpunan dan pengunaan dana.
Secara umum dengan diundangkannya
UU No. 10 Tahun 1998 tersebut, posisi bagi hasil ataupun bank atas dasar
Prinsip Syariah secara tegas telah diakui oleh Undang-Undang.
Bank Umum yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah melalui:
a)
Pendirian Kantor Cabang
atau kantor di bawah kantor cabang baru.
b)
Pengubahan kantor
Cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip
Syariah. Dalam rangka pyersiapan
perubahan kantor Bank tersebut, Kantor Cabang atau atau kantor di bawah kantor
cabang yang seblumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat
membentuk dahulu unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan Prinsip
Syariah di dalam kantor Bank tersebut. Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
yang sejak awal kegiatannya berdasarkan Prinsip Syariah tidak diperkenankan
melaksanakan kegiatan secara konvensional. Demikian juga Bank Perkreditan
Rakyat yang melakukan kegiatan secara konvensional tidak diperkenankan
melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
B.
PENGERTIAN
Ditinjau dari segi
imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman, bank
dapat dibedakan menjadi:
a)
Bank Konvensional,
yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan maupn penyaluran dana,
memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam
persentase tertentu dari dana untuk suatau periode tertentu yang biasanya
ditetapkan per tahun.
b)
Bank Syariah, yaitu
bank yang dalam aktivitasnya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Prinsip utama
operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum Islam yang bersumber
dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatn operasional bank harus memperhatikan
perintah dan larangan kedua sumber tersebut. Larangan terutama berkaitan dengan
kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara
kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya
terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa atas dana. Dalam menjalankan
operasionalnya, bank berdasarkan Prinsip Syariah tidak menggunakan sistem bunga
dalam menentukan sitem imbalan atas dana yang digunakan atau ditipkan oleh
suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang
disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam.
Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga
yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran terhadap prinsip
syariah. Dalam hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari
sisi pelayanan terhadap masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar
prinsip Syariah merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar
perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bungan.
C. SEJARAH BANK SYARIAH
1. Sejarah
Dunia
Perbankan
syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil
bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di
kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan
saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa dengan Mesir. Bank-bank ini,
yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada
usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership
dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara
yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikan dan mendeklarasikan
diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak
disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat Islam.
Islamic
Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun bank
tersebut adalah bank antarpemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana
untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.
Di belahan
negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian muncul.
Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank (1975), Faisal
Islamic of Sudan (1977), Faisal Islamic of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic
Bank (1979). Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan
dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings
Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan
ibadah haji.
2. Sejarah
di Indonesia
Walaupun di
Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang tercermin
pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas Merupakan bank
cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan
sebenarnya kajian tentang perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an
namun realisasinya berdiri tahun 1991 oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan
dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum
dijelaskan tentang bank syariah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No 10
Tahun 1998 dan dengan revisi UU tersebut maka status bank syariah semakin kuat.
Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir
tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB
kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002
dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Hingga tahun
2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum
yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan
bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia
(Persero). System syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat,
saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah
diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang
terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah
nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun
dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah
dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan.
D. DEWAN PENGAWAS, DEWAN
KOMISARIS, DAN DIREKSI
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, dan SK Dir BI No.
32/34/KEP/DIR/ 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah,
kepengurusan Bank Syariah terdiri dari dewan Komisaris dan Direksi, di samping
itu bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor
pusat bank. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bersifat independen, yang
dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional dan ditempatkan pada Bank yang melakukan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, dengan tugas yang diatur oleh Dewan
Syariah Nasional. Persyaratan anggota Dewan Pengawas Syariah diatur dan
ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah berfungsi
mengawasi kegiatan usaha Bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam
melaksanakan fungsinya, Dewan Pengawas Syariah wajib mengikuti fatwa Dewan
Syariah Nasional.
Anggota dewan Komisaris dan direksi
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a)
Tidak termasuk dalam
daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b)
Memiliki kemampuan
dalam menjalankan tugasnya
c)
Menurut penilaian Bank
Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik. Integritas yang baik
diartikan sebagai:
Memiliki akhlak dan
moral yang baik
Mematuhi
perundang-undangan yang berlaku
Memiliki komitmen yang
tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat
Dinilai layak dan wajar
untuk menjadi anggota dewan Komisaris dan Direksi Bank
Bank yang sebagian sahamnya
dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota
dewan Komisaris dan Direksi. Di antara anggota dewan Komisaris dan Direksi
Bank, sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota dewan Komisaris dan 1
(satu) orang anggota direksi berkewarganegaraan Indonesia.
Jumlah anggota dewan Komisaris sekurang-kurangnya
2 (dua) orang. Anggota dewan Komisaris memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman
di bidang perbankan. Anggota dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan:
Sebagai anggota dewan
Komisaris sebanyak-banyaknya pada 1 (satu) bank lain atau Bank Perkreditan
Rakyat, atau
Sebagai anggota dewan
Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh
sebanyak-banyaknya pada 2 (dua) perusahaan lain bukan bank atau bukan Bank
Perkreditan Rakyat. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang mempunyai pengaruh
terhadap kebijakan perusahaan dan bertanggung jawab langsung kepada Direksi.
Mayoritas anggota dewan Komisaris
dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk
suami/istri, menantu, dan par dengan anggota dewan Komisaris lain. Direksi Bank
sekurang-kurangnya berjumlah 3 (tiga) orang. Mayoritas dari anggota direksi
wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
sebagai Pejabat Eksekutif pada bank. Anggota Direksi yang belum berpengalaman wajib mengikuti pelatihan
perbankan syariah. Mayoritas
anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua
termasuk suami/istri, keponakan, menantu, ipar, dan besan dengan anggota
Direksi lain. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan
Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perankan, perusahaan
atau lembaga lain. Di antara anggota-anggota Direksi dilarang secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima per
seratus) dari modal disetor pada suatu perusahaan lain. Di samping itu Direksi
Bank juga dilarang memberikan kuasa kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.
Calon anggota
dewan Komisaris atau Direksi wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia
sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. Permohonan untuk mendapatkan
persetujuan wajib disampaikan kepada direksi Bank terhadap Direksi Bank
Indonesia sebelum rapat umum pemegang saham atau rapat anggota yang mengesahkan
pengengkatan dimaksud, disertai dokumen yang diperlukan sesuai ketentuan.
Persetujuan tau penolakan atas permohonan pengangkatan anggota Dewan Komisaris
atau Direksi diberikan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak dokumen
permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka memberikan persetujuan atau
penolakan, Bank Indonesia melakuakan:
Penelitian atas
kelengkapan dan kebenaran dokumen
Wawancara terhadap
calon anggota dewan Komisaris atau Direksi
Laporan
pengangkatan anggotaa dewan Komisaris atau Direksi wajib disampaikan oleh
Direksi Bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah
pengangkatan dimaksud. Disahkan oleh rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota sesuai dengan format yang telah ditentukan, disertai dengan notulen
rapat umum pemegang saham atau notulen rapat anggota.
E.
KEGIATAN
USAHA BANK SYARIAH
- Prinsip Kegiatan Usaha
Berdasarkan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha Bank Syariah adalah:
a.
Hiwalah,
Akad
pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal’alaih) dari nasabah lain
(Muhal). Muhil meminta muhal’alaih untuk membayarkan terlebih dahulu piutang
yang timbul dari jual beli. Pada saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan
membayar kepada muhal’alaih. Muhal’alaih memperoleh imbalan sebagai jasa
pemindahan piutang.
b.
Ijarah,
Akad
sewa menyewa barang antara Bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir). Setelah
masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada muaajir
c.
Ijarah Wa Iqtina
Akad
sewa menyewa barang antara Bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir) yang
diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan
berpindah kepada mustajir.
d.
Istishna
Akad
jual beli barang (Mashnu’) antara pemesan (mustashni’) dengan penerima pesanan
(Shani). Spesifikasi dan harga barang pemesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak
sebagai Shani dan penunjukkan dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang
(Mashnu’) maka hal ini disebut Ishtisna Paralel.
e.
Kafalah
Akad
pemberian jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain
sebagai pemberi jaminan (Kafiil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali
suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (Makful).
f.
Mudharabah
Akad
antara pihak pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk
memperoleh pendapatan atau keuntungan.Pendapatan tersebut dibagi berdasarkan nisbah
yang telah disepakati di awal akad. Berdasarkan kewenangan yang diberikan
kepada mudharib, mudharabah dibagi menjadi Mudharabah Mutlaqah dan Mudarrabah
Muqayyadah.
Mudharabah Mutlaqah
Mudharib
diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal.
Mudharabah Muqayyadah
Shahibul Maal
menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi mudharib baik mengenai tempat,
tunjuan, maupun jenis usaha.
g.
Murabahah
Akad
jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang diperlukan
nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati.
h.
Musyarakah
Akad
kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk
membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau
keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
i.
Qardh
Akad
pinjaman dari bank (Muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama
sesuai peminjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada
Muqtaridh.
j.
Al Qard ul Hasan
Akad
pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) untuk tujuan
sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
k.
Al Rahn
Akad
penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin)
sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang.
l.
Salam
Akad
jual beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli (Muslam) dengan penjual
(Muslamilaih) . Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad
dan pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai
Muslam dan pemesanan dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (Muslam
fiih) maka hal ini disebut salam paralel.
m.
Sharf
Akad
jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
n.
Ujr
Imbalan
yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
o.
Wadi’ah
Akad
penitipan barang/uang. Wadi’ah terdiri dari Wadi’ah Yad Amanah dan Wadi’ah Yad
Dhamanah.
2. Produk
Perbankan Syariah
a. Penghimpun
Dana
1 Giro Syariah
Giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
2 Tabungan Syariah
Tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.
3 Deposito Syariah
Deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
b. Penyaluran
Dana
A.
Akad Mudharabah (bagi hasil)
Penanaman dana dari pemilik modal dengan
pengelola untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian
hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
Secara
teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh
keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal
dan mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak
awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian
tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu
disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian
mudharib (character risk).
B.
Akad Musyarakah (penyertaan modal)
Transaksi penanaman dana dari dua atau
lebih pemilik dana atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah
dnegan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang
telah disepakati, jika pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal
masing-masing.
C.
Akad Murabahah (jual beli)
Transaksi jual beli suatu barang sebesar
harga perolehan barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak, dimana
pihak penjual menginformasikan harga perolehan terlebih dahulu kepada pembeli
atau konsumen.
D.
Akad Salam
Transaksi
jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan
pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
E.
Akad Istishna
Transaksi
jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan
kesepakatan.
F.
Akad Ijarah (sewa)
Transaksi sewa menyewa atas suatu
barang atau jasa, antara pemilik dan pemakaian sewa dengan hak pakai untuk
mendapatkan imbalan atas obyek yang disewakan. Transaksi terhadap
suatu manfa’at tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfa’atkan dengan imbalan
tertentu . Ijarah ditunjukkan untuk manfa’at atau jasa bukan materi/benda,
dapat berupa manfaat/nilai Ijarah “Jasa” (Ijarah ‘ala al ‘amal) bukan
merupakan kewajiban (fardhu ‘ain) seperti shalat, puasa.
c. Pelayanan
Jasa
A.
Letter of credit (L/C) impor syariah
L/C
adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas
permintaan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu.
B.
Bank Garansi Syariah
Jaminan
yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan
kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga
dimaksud.
C.
Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi
penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual kepada
nasabah.
- BENTUK
HUKUM DAN PENDIRIAN
1 Bentuk Hukum
Bentuk hukum suatu Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah dapat berupa:
a)
Perseroan Terbatas
b) Koperasi
c)
Perusahaan Daerah
2 Modal
Modal disetor
untuk mendirikan Bank Berdasrkan Prinsip Syariah ditetapkan sekurang-kurangnya
sebesar tiga triliun rupiah. Modal disetor bagi Bank yang berbentuk hukum
koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur
dalam Undang-undang tentang Perkoperasian. Modal disetor yang berasal dari
warga negara asing dan/atau badan hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99%
dari modal disetor bank.
3 Pendirian
Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah dangan izin Direksi Bank Indonesia. Bank tersebut
hanya dapat didirikan oleh:
a.
Warga negara Indonesia
dan/atau badan hukum Indonesia
b.
Warga negara indonesia
dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum
asing secara kemitraan.
Pemberian izin
kegiatan usaha dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah persetujuan
prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank. Permohonan
untuk mendapatkan persetujuan prinsip diajukan sekurang-kurangnya oleh seorang
calon pemilik kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format yang telah
ditentukan dan wajib dilampiri dengan:
a.
Rancangan akta
pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yang
sekurang-kurangnya memuat:
Nama dan tempat
kedudukan
Kegiatan usaha sebagai
Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Permodalan
Kepemilikan
Wewenang tanggung jawab
dan masa jabatan dewan Komisaris serta Direksi
Penempatan dan
tugas-tugas Dewan Pengawas Syariah
b.
Data kepemilikan berupa
Daftar calom pemegang
saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi Bank yang
berbentuk hukum Perseoan Terbatas/Perusahaan Daerah.
Daftar calon anggota
berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah
bagi Bank yang berbentuk hukum koperasi.
c.
Daftar calon anggota
dewan komisaris dan anggota Direksi, disertai dengan:
Fotokopi tanda pengenal
dan riwayat hidup
Surat pernyataan
pribadi (personal statement) yang
menyatakan tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan,
keuangangan, dan usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karenna terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan.
Surat keterangan atau
bukti tertulis dari bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman
operasional di bidang pperbankan syariah bagi calon Direksi yangg telah
berpengalaman.
Surat keterangan dari
lembaga pelatihan mengenai pelatihan perbankan syariah yang pernah diikuti bagi
calon Direksi yang belum berpengalaman.
Surat keterangan dari
lembaga pendidikan mengenai pendidikan perbankan yang pernah diikuti dan/atau
bukti tertulis dari Bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman di
bidang perbankan bagi calon anggota dewan Komisaris
Surat rekomendasi dari
Deawan Syariah Nasional untuk calon anggota Dewan Pengawas Syariah.
d.
Rencana susunan organisasi.
e.
Rencana kerja untuk
tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat:
Hasil penelaahan
menganai peluang pasar dan potensi ekonomi
Rencana kegiatan usaha
yang mencakup penghimpunan dan dan penyaluran dana serta langkah-langkah
kegiatan yang akan dilakukan dlam mewujudkan rencana dimaksud
Rencana kebutuhan
pegawai
Proyeksi arus kas
bulanan selama dua belas bulan.
f.
Bukti setoran modal
sekurang-kurangnya 30% dari modal disetor minimum dalam bentuk fotokopi bilyet
deposito pada kantor bank yang melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah di Indonesia atas nama “Direksi Bank Indonesia cq. Salah seorang calon
pemilik untuk pendirian Bank yang bersangkutan”, dengan mencantumkan keterangan
bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis
dari Direksi Bank Indonesia.
g.
Surat pernyataan dari
calon pemegang saham bagi Bank untuk hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah
atau dari calon anggota bagi Bank yang berbentuk hukum Koperasi bahwa setoran
modal tidak berasal dari:
Pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia.
Sumber dana yang
diharamkan menurut Prinsip Syariah.
h.
Daftar calon pemegang
saham atau daftar calon anggota:
Dalam hal perorangan
wajib dilampiri dokumen:
ü Fotokopi
tanda pengenal dan riwayat hidup
ü Surat
pernyataan pribadi (personal statement)
yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan,
keuangangan, dan usaha lainnya dan/atau tidak pernah dihukum karenna terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan.
Dalam hal badan hukum
wajib dilampiri:
ü Akta
pendirian badan hukum
ü Dokumen
dari seluruh dewan Komisaris dan Direksi badan hukum yang bersangkutan.
ü Rekomendasi
dari instansi berwenang di negara asal bagi badan hukum asing.
ü Daftar
pemegang saham berikut rician
kepemilikan saham bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau
daftar anggota berikut rincian jumlah simpanan poko dan simpanan wajib, serta
hibah bagi badan hukum Koperasi
ü Laporan
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi paling lama enam
bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan persetujuan prinsip
Persetujuan atau penolakan atas
permohonan persetujuan prinsip diberikan selambat-lambatnya enam puluh hari
setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Persetujuan prinsip berlaku
untuk jangka waktu 360 (tiga ratus enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan prinsip dikeluarkan dan pihak yang mendapat persetujuan prinsip
dilarang melakukan kegiatan usaha sebelum mendapat izin usaha
Tahap
kedua adalah izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha Bank setelah persiapan dilakukan. Permohonan untuk mendapat izin usaha
Direksi Bank Berdasarkan Prinsip Syariah kepada Direksi Bank Indonesia sesuai
dengan format yang telah ditentukan dan wajib dilampiri dengan:
Akta pendirian badan
hukum
Daftar kepemilikan
berupa daftar pemegang saham bagi Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah dan
daftar anggota bagi Koperasi
Daftar susunan dewan
Komisaris dan Direksi
Susunan organisai serta
sistem dan prosedur kerja
Bukti pelunasan modal
disetor minimum dalam bentuk fotokpoi bilyet deposito
Surat pernyataan bagi
pemegang saham bahwa modal disetor tidak berasal dari pinjaman dan sesuai
dengan Prinsip Syariah.
Surat pernyataan tidak
merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi angoota Dewan Komisaris dan Direksi.
Surat pernyataan dari
anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga
sesuai ketentuan.
Surat pernyataan dari
anggota direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama tidak memiliki saham melebii 25% dari modal disetor pada suatu
perusahaan lain.
Bank
berdasarkan Prinsip Syariah yang telah mendapat izin usaha dari Direksi Bank
Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 hari setelah
tanggal izin usaha dikeluarkan, Laporan pelaksanaan disampaikan kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal dimulainya kegiatan
operasional. Bank yan telah mendapat izin usaha wajib mencantumkan kata
“Syariah” sesudah kata “Bank” pada penulisan namanya.
BAB
3
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Setelah beberapa
pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Perbankan syariah
menjadi salah satu alternatif aktivitas keuangan di Indonesia. Dengan prinsip
syariah yang berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadist, Bank Syariah dapat dijadikan
salah satu lembaga penunjang aktivitas keuangan di Indonesia.
2.
Dengan adanya Bank
Syariah, maka umat Islam yang mengharamkan riba memiliki alternatif untuk
menginvestasikan dan meminjam uang secara halal.
3.
Perbankan syariah
memberikan warna baru dalam perkembangan perbankan di Indonesia, disebabkan
oleh sitem dan prinsipnya yang berbeda dengan Bank Konvensional yang telah
lebih dulu muncul di Indonesia.
2. Saran
Agar
Perbankan Syariah yang memiliki potensi besar ini harus dimanfaatkan pemerintah
sebagai lembaga intermediasi keuangan di Indonesia untuk menumbuhkan
perekonomian dan juga masyarakat seharusnya menjadikan Bank Syariah sebagai partner
dalam aktivitas keuangannya karena memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan
Bank Konvensional.
DAFTAR
PUSTAKA
Syariah, Direktorat Perbankan.
2012. Outlook Perbankan Syariah 2012,
Jakarta: Bank Indonesia
Budi Santoso, A.
Totok,dkk. (2000). Bank & Lembaga
Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.