Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sunday, November 11, 2012

Inflasi, So..Kebijakan Fiskal, sejauh mana perannya??


Salah satu ”musuh bersama” yang harus dilawan oleh suatu negara adalah inflasi. Dengan inflasi yang tinggi, mengindikasikan lemahnya daya beli karena nilai kekayaan menyusut tergerus oleh inflasi. Sementara itu, inflasi negatif atau deflasi juga dinilai tidak baik karena mengindikasikan perekonomian suatu negara tidak bergerak alias stagnan.  Yang ideal adalah mengendalikan inflasi melalui instrumen kebijakan moneter dan fiskal agar kondisi makroekonomi tetap kondusif.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara continue. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) or demand pull inflation dan yang kedua adalah desakan/push (tekanan) produksi dan/atau distribusi, yakni kurangnya produksi dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh pemerintah seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan sebagainya.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga.
Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan.
Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan), bencana alam, cuaca ekstrim, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (seperti penimbunan) sehingga memicu kelangkaan produksi di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan dua hal, yaitu kenaikan harga, (misalnya bahan baku) dan kenaikan upah/gaji (misalnya kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil/PNS) akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor (imported inflation). Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan menjadi empat kategori. Pertama, inflasi ringan (disebabkan oleh kenaikan harga barang kurang dari 10%/tahun). Kedua, inflasi sedang (kenaikan harga barang antara 10% sampai 30%/tahun). Ketiga, inflasi berat (kenaikan harga barang antara 30% sampai 100%/tahun). Keempat, Hiperinflasi (kenaikan harga barang lebih dari 100%/tahun).
Sejauh ini Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Juni 2012 lalu sebesar 0,62%. Sementara, inflasi tahun kalender per Juni adalah 1,79%, inflasi secara year on year (YoY) adalah 4,53%, dan inflasi untuk komponen inti pada Juni 2012 adalah 0,34%. Kontribusi terbesar inflasi pada Juni  berasal dari bahan makanan, yaitu mencapai 0,39%, dengan laju inflasi sebesar 1,57%. Inflasi tertinggi jika dilihat secara year on year adalah dari bahan makanan besarnya 7,19%.
Indeks Harga Konsumen (IHK) di 66 kota seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Ambon dengan 2,39% dan Manokwari dengan 2,05%, sedangkan untuk inflasi yang terendah terjadi di Bima sebesar 0,04%.
Terhadap angka BPS tersebut, Bank Indonesia (BI) masih optimis laju inflasi pada tahun 2012 akan sesuai target sebesar 4,5 plus minus 1% dan diharapkan dapat mengarah ke batas bawah.
Rendahnya inflasi pada tahun ini dipengaruhi oleh perkembangan dunia, salah satunya penurunan harga komoditas. Hal tersebut tentu saja membantu dalam menekan imported inflation akibat melemahnya nilai tukar rupiah yang berada di kisaran Rp9.400-an per USD.
Dari depresiasi rupiah mungkin tidak terlalu berdampak besar karena ada harga komoditas turun sehingga membuat banyak pihak cukup optimis, dan diharapkan ke depan tidak akan ada pengaruhnya.
Tekanan inflasi yang harus diwaspadai mendekati puasa Ramadhan dan lebaran, sehingga pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi dengan menjaga pasokan. Hampir dapat dipastikan, tekanan inflasi di dua bulan itu akan meningkat karena faktor bahan makanan dan minuman, transportasi, dan telekomunikasi.
Faktor distribusi barang menjadi vital untuk disiapkan melalui pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana jalan dan alat angkutan. Intinya, perbaikan infrastruktur dasar terutama jalan raya mendesak untuk dipersiapkan guna melancarkan distribusi barang antardaerah dan antarpropinsi.
Antrian panjang berkilo-kilo meter di pelabuhan Merak yang terjadi akhir-akhir ini harus segera dapat diuraikan agar tekanan inflasi di daerah setempat tidak melonjak tajam. Pengaturan tertib lalulintas menjadi penting untuk melancarkan moda transportasi orang dan barang sehingga menjadi lebih efisien dan tidak menimbulkan dampak inflatoir.
Penyediaan stok sembilan bahan pokok (sembako) menjelang dan selama lebaran Idul Fitri harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi cost push inflation dan demand pull inflation sekaligus. Operasi pasar di pasar-pasar tradisional dan pasar-pasar modern mendesak untuk dilakukan guna memberikan efek jera kepada spekulan sembako.
Terakhir, koordinasi yang baik antara otoritas moneter dan otoritas fiskal harus dilakukan sehingga pengendalian inflasi dapat dilakukan lebih efektif, terutama terkait dengan tugas dan wewenang Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah yang melibatkan antardepartemen atau antarinstansi pemerintah pusat dan daerah dengan Bank Indonesia dan kantor Bank Indonesia di daerah-daerah. 

0 comments: