Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Wednesday, February 15, 2012

Orang Udik Masuk Kota


Tatkala pada tahun 2015, setiap imigran yang akan datang ke jakarta akan dirazia mengenai PANCASILA

lalu, seorang bapak yang sudah cukup tua datang ke jakarta untuk mengadu nasip…

Perazia : STOP!
Babe tua : Kenapa pak?
Perazia : Ada razia pak! bapak harus menjawab pertanyaan saya sebelum melintas!
Babe tua : Oke! gua kagak takut!
Perazia : Pancasila ada berapa poin?
Babe tua : Aaah…itu sih gampang! ada 7 kan?
Perazia : Salah! bapak ga boleh masuk jakarta!

akhirnyapun bapak tua itu pulang ke rumahnya…..

iapun bertemu anaknya yang bernama Otong..

Babe tua : Tong, lu mau kemana?
Otong : Mau ke jakarta beh! (dengan yakin)
Babe tua : Wah….di jakarta ada razia! harus jawab pertanyaan dulu!
Otong : Okeh! babe mau tanya apa?
Babe tua : Gini nih….PANCASILA ada berapa poin?
Otong : Gampang beh! ada 5! (dengan yakin)
Babe tua : Salah!
Otong : Kok salah beh?
Babe tua : Babe aja jawab 7 ga boleh masuk! apalagi elu yang cuma 5??!

Monday, February 13, 2012

Perbedaan Kurikulum Pendidikan di Indonesia



  1. Kurikulum Tahun 1947 (Rentjana Pelajaran 1947)
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
  1. Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran 1947)
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
  1. Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964)
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
  1. Kurikulum 1968 (Rencana Pendidikan 1968)
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
  1. Kurikulum  1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan- pendekatan di antaranya sebagai berikut.
·         Berorientasi pada tujuan.
·         Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
·         Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
·         Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
·         Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
  1. Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)
Ciri-Ciri umum dari Kurikulum CBSA adalah:
·         Berorientasi pada tujuan instruksional
·         Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
·         Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
·         Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta didik.
·         Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
·         Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.

  1. Kurikulum 1994
Ciri-Ciri Umum Kurikulum 1994:
·         Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
·         Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
·         Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
·         Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
·         Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
·         Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
·         Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
·         Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
·         Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
·         Bersifat populis yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
                        Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:Menekankan pad ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
·         Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
·         Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·         Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
·         Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
                        Kurikulum 2006 (KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
·         Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
·         Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
·         Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
·         Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
·         Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
·         Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya

Friday, February 10, 2012

Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan


PBB merupakan jenis pajak objektif yang mulai berlaku sejak Januari 1986 berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. Jenis pajak ini bukanlah tergolong jenis pajak baru karena pada dasarnya terdapat jenis pajak yang memiliki kesesuaian dengan PBB yang telah lama dikenal dan dikenakan jauh sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985.

Secara umum latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa kemerdekaan.

Pada masa sebelum penjajahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji. Salah satu kerajaan besar di masa lalu, Mataram, dalam sejarah disebutkan telah menerapkan tanah pertanian sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut berdasarkan luas tanah. Selain di Jawa, di kerajaan Aceh dikenal pula pungutan atas tanah ladang yang dikenal dengan istilah wase tanah disamping pungutan-pungutan lainnya.

Pada masa penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi yang disebut Land Rent. Jenis pajak ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles, seorang Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1816. Land Rent dikenakan terhadap semua jenis tanah produktif dan wajib pajaknya adalah desa (kepala desa) bukan perseorangan, karena para kepala desa dianggap sebagai penyewa yang harus membayar sewa tanah. Besarnya tarif Land Rent bervariasi antara 20% hingga 50% dari hasil produksi pertanian tergantung pada jenis produksinya. Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land Rent tetap dipertahankan dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan besarnya tarif juga diubah menjadi 20% dari produksi pertanian. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia (1942-1945), nama Land Rent atau Landrente diubah menjadi Land Tax.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, nama Land Tax atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi dan pada tahun 1951 sampai dengan 1959 nama jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut adalah Jawatan Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas mendaftar dan mengeluarkan surat pendaftaran sementara bagi tanah- tanah milik yang terdaftar. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 11 Prp Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi, terhadap tanah yang tunduk kepada hukum adat dipungut pajak yang dikenal sebagai Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda). Selain Ipeda, pada masa itu dipungut pula 6 (enam) pajak kekayaan dan pungutan lain atas tanah dan bangunan yang menimbulkan tumpan tindih antara satu pajak dengan pajak lainnya dan menyebabkan adanya beban pajak berganda bagi masyarakat. Dengan adanya reformasi perpajakan pertama yang dimulai pada tahun 1983, antara lain dengan penyederhanaan jumlah dan jenis pajak atas tanah dan bangunan melalui pengundangan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, maka 7 (tujuh) jenis pajak kebendaan dan kekayaan atas tanah dan bangunan disederhanakan mejadi PBB. Dasar hukum pelaksanaan ketujuh jenis pajak tersebut yang dicabut dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 meliputi:
1) Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908;
2) Ordonansi Verponding Indonesia 1923;
3) Ordonansi Verponding 1928;
4) Ordonansi Pajak Kekayaan 1932;
5) Ordonansi Pajak Jalan 1942;
6) Undang-Undang Darurat Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, Pasal 14 huruf j, k, dan l;
7) Undang-undang Nomor 11 Prp. Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi.

Pemberlakuan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan didasari pemikiran antara lain bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat darinya, oleh sebab itu wajar apabila kepada mereka di wajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang perolehnya kepada negara melalui pajak. Kesederhanaan pengenaan PBB antara lain tercermin dari pemberlakuan tarif tunggal 0,5% dan dasar pengenaan pajak yang hanya satu jenis, yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Pelaksanaan reformasi di bidang pajak atas tanah dan bangunan disamping berupaya menyederhanakan berbagai pungutan pajak atas tanah dan bangunan juga tetap memberikan tekanan terhadap upaya untuk meningkatkan penerimaan dan memperhatikan aspek keadilan serta meminimalkan dampak terhadap distorsi kegiatan ekonomi dan sosial mengingat PBB merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap hampir seluruh lapisan masyarakat. PBB merupakan salah satu sumber utama penerimaan daerah mengingat PBB adalah penerimaan pajak Pusat yang keseluruhan hasilnya diserahkan kepada Daerah. Dalam APBD, penerimaan PBB tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan bagian Daerah dari bagi hasil pajak. Namun demikian, PBB termasuk jenis pajak yang sulit dalam pengadministrasiannya dan mempunyai efisiensi pemungutan yang rendah karena jumlah objek pajak yang cukup banyak, mencapai kurang lebih 78 (tujuh puluh delapan) juta objek pajak. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya disadari bahwa penyempurnaan sistem pemungutan merupakan prioritas dalam upaya meningkatkan penerimaan PBB. Menyadari pentingnya penerimaan PBB bagi pembiayaan pembangunan Daerah, maka pada tahun 1989 dilakukan pembaharuan sistem administrasi penerimaan PBB melalui Sistem Tempat Pembayaran (Sistep). Sistep diujicobakan pertama kali pada tahun 1989 di wilayah Kabupaten Tangerang. Selanjutnya, secara bertahap Sistep direplikasikan pada tahun 1990/1991 di 12 (dua belas) Kabupaten/Kota lainnya, pada tahun 1991/1992 dikembangkan di 60 (enam puluh) Kabupaten/Kota, dan akhirnya pada tahun 1993/1994 seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia telah melaksanakan sistem administrasi pemungutan PBB dengan pola Sistep.

Pokok-pokok ketentuan Sistep antara lain meliputi:
1) Hanya ada satu tempat pembayaran untuk setiap wilayah pembayaran PBB tertentu sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diusahakan berdekatan dengan lokasi objek pajak.
2) Pembayaran PBB dilakukan sekaligus dalam satu kali pembayaran dan tidak dapat diangsur.
3) Jatuh tempo pembayarn PBB diatur seragam sehingga hanya terdapat satu tanggal jatuh tempo.
4) Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB telah tersedia di tempat pembayaran sebelum SPPT diterima oleh wajib pajak.
5) Administrasi PBB harus dilaksanakan dengan dukungan komputer.
6) Sistem pemantauan STTS dan pelaporan pembayaran didesain sedemikian rupa sehingga perkembangan pembayaran PBB diketahui lebih cepat oleh instansi terkait.
7) Secara sistem, Sistep mampu menerbitkan daftar negatif (negative list) wajib pajak yang memenuhi kewajiban PBB pada saat jatuh tempo pembayaran sehingga penegakan hukum dapat dilaksanakan.
Dengan diberlakukannya Sistep, penerimaan PBB mengalami peningkatan yang cukup berarti. Keberhasilan pembaharuan sistem administrasi pemungutan dengan pola Sistep terutama menyangkut perubahan sistem pemungutan PBB yang sebelumnya dilakukan oleh petugas pemungut desa/kelurahan secara bertahap diambil alih melalui sistem perbankan yang ditunjang dengan komputerisasi administrasi penerimaan PBB. Pemberian pelayanan kepada wajib pajak dalam rangka pembayaran PBB menjadi lebih mudah dan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement) dapat lebih ditingkatkan.

ALA TS

Pada jaman Inggris:
Tanah merupakan kepunyaan raja
Rakyat menyewa tanah
Pungutan dilakukan perdesa

Jaman Belanda:
Obyek pajak adalah tanah adat
Tanah dibedakan menjadi:
Tanah adat (Verponding)
tanah hak barat (verponding Indonesia)

Pada jaman Jepang
Meneruskan kebijakan ordonansi tahun 1939
land rent dirubah menjadi land tax

Pada jaman Jepang
Meneruskan kebijakan ordonansi tahun 1939
land rent dirubah menjadi land tax


Perkembangan Penduduk Dunia


PBB memperkirakan warga ke tujuh miliar dunia akan lahir Senin 31 Oktober 2011. PBB menyebutkan bahwa bayi yang menjadi warga dunia yang ketujuh miliar akan lahir pada Senin, 31 Oktober 2011. Dalam laporan yang berjudul Kondisi Populasi Dunia 2011, jumlah penduduk dunia yang mencapai tujuh miliar itu dinyatakan bukan lagi sekedar krisis saja tapi juga sebagai momen untuk bertindak. Laporan tersebut -yang diumumkan beberapa hari menjelang lahirnya warga yang ketujuh miliar itu- menyerukan perubahan fokus dalam mengendalikan jumlah penduduk dunia.

"Jumlah penduduk dunia akan terus bertambah dan kita bisa mempersiapkan diri untuk itu," kata editor laporan tersebut, Richard Kollodge.
"Kita bisa menjamin sebanyak mungkin orang sehat dan sebanyak mungkin orang mendapat akses ke pendidikan."
image
Di balik pertumbuhan jumlah penduduk dunia, ada sejumlah kemajuan yang menurut PBB perlu disambut dengan gembira, seperti meningkatnya tingkat harapan hidup maupun menurunnya tingkat kelahiran. Tingkat harapan hidup rata-rata saat ini 68 tahun, meningkat dari 48 tahun pada masa 1950-an sementara tingkat kelahiran turun sampai setengal lebih, dari enam menjadi dua setengah. Perbaikan lain yang dicapai adalah adalah probalitas kematian anak pada saat lahir menurun karena perbaikan sarana kesehatan.
Bagaimanapun risiko ledakan penduduk tetap membayang-bayangi dunia masa depan, dengan jumlah penduduk mencapai 10 miliar pada tahun 2100. Dunia juga masih menghadapi tantangan berupa kekurangan air dan masih terdapatnya ketimpangan yang amat besar antara negara-negara dunia dalam akses terhadap pangan, air, dan perumahan, dan lapangan kerja.
Berdasarkan laporan kependudukan PBB terbaru ini, sebanyak 200 juta perempuan belum memiliki akses terhadap keluarga berencana dan menyerukan agar pendidikan reproduksi di kalangan perempuan muda ditingkatkan.
"Pendidikan seks bisa berdampak pada penundaan usia hubungan seksual dan meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi maupun kondom," tutur Gabriela Rivera dari Badan Kependudukan PBB perwakilan Meksiko.
Tantangan lainnya adalah peningkatan tingkat harapan hidup telah menyebabkan peningkatan kaum manula, yang berarti diperlukan layanan atas kaum manula yang lebih baik.

Perkembangan Penduduk Dunia
1 miliar – 1804
2 miliar – 1927
3 miliar – 1959
4 miliar – 1974
5 miliar – 1987
6 miliar – 1999
7 miliar – 2011
Sumber: PBB